Assalamu'alaykum wr wb sahabat semua..

Assalamu'alaykum wr wb sahabat semua..

Kamis, 15 Januari 2015

Belajar Ditolak Cinta dari Sayyid Quthb

Tiga tahun sejak beliau harus menjauhkan raganya dari gadis pujaan ke Kairo untuk menuntut ilmu agama, gadis tersebut ternyata memilih menyerahkan cintanya kepada orang lain. Sayyid merasa terpukul mendengar berita ini. Tak kuasa menahan sedih, seguk tangis tak terbendung.
Sangat dimaklumi bagaimana rasanya merelakan kepergian embun cinta pertama yang pernah mengisi relung jiwanya, yang pernah melambungkan asa dan melejitkan potensi kebaikannya. Cinta pertama memang indah, namun sakitnya menusuk ulu hati hingga menganga.
Embun cinta kedua lahir, menyejukkan dan membangkitkan kembali kerinduaan jiwa Sayyid untuk menautkan cintanya karena kecintaan kepada Allah. Gadis kedua ini berasal dari Kairo. Mengenai gadis ini sang Sayyid pernah menggambarkan bahwa paras gadis ini tidaklah buruk namun gagal untuk dibilang cantik. Nampaknya ada pesona lain yang memikat Sayyid sehingga merindukannya. Mungkin tatapan menyejukkan yang dibawa embun cinta ini.
Sayangnya, lagi-lagi takdir tidak bermurah hati dengan cinta sang Sayyid. Di hari pertunangannya, Sayyid seakan disambar petir, pasalnya gadis tersebut sambil menangis menceritakan bahwa Sayyid adalah orang kedua yang hadir dihatinya. Perkataan gadis itu seakan meruntuhkan harapan sang Sayyid untuk mendapatkan gadis yang perawan fisiknya, perawan juga hatinya.
Sayyid akhirnya memutuskan hubungan dengan gadis Kairo tersebut, pergi membawa raganya jauh dari embun cintanya. Raga Sayyid boleh saja menjauh, namun jiwanya ternyata tak mampu melepaskan pesona sang embun cinta. Selanjutnya apa yang terjadi? Sayyid tenggelam dalam penderitaan jiwa yang selalu dibawa atas nama cinta.
Kesedihan bercampur kerinduan ternyata lebih menyiksa Sayyid dibanding goresan pedang yang menyayat tubuhnya. Akhirnya Sayyid mengorbankan idealismenya kemudian pergi menjemput dan rujuk kembali dengan gadis pembawa embun cinta tersebut. Namun sayang, kali ini gadis itulah yang menolak cinta sang Sayyid.
Perih bukan main gejolak rasa yang dialami Sayyid. Ada banyak puisi yang lahir dari penderitaan yang dirasakan Sayyid tersebut. Bahkan tercipta roman-roman yang merupakan bayang-bayang romansa cinta tersebut. Inilah peristiwa kedua yang membuat luka batin sang Sayyid. Saat harapannya menggantungkan cinta terputus oleh kekuasaan takdir. Menorehkan luka yang menganga menabur kepedihan.
Namun bukan Sayyid Quthb namanya bila beliau harus hancur gara-gara cintanya yang terhempas takdir. Dengan kebesaran hati dan sikap husnudzon terhadap takdir Allah, tanpa menafikkan kesedihan yang melanda hatinya, beliau berujar kepada sang Pemilik takdir “Apakah dunia tidak menyediakan gadis impianku? Ataukah pernikahan tidak sesuai dengan kondisiku?”.
Saat cinta yang dirindu tak kunjung menerimanya, maka beliau menggantungkan seluruh cintanya pada Dzat yang selalu mencintainya, yang cintanya tidak akan pernah terputus, yang cintanya kekal abadi. Cintanya Allah.
Ya, Allah. KepadaNyalah beliau menumpah ruahkan seluruh cinta dan mimpi-mimpinya yang tertolak takdir, sambil berlari menjemput takdirnya yang lain.
Yang luar biasa adalah, Asy-Syahid sadar dirinya berada dalam realitas. Bukan dalam dunia ideal yang melulu posesif, indah dan tanpa aral. Kalau cinta tak mau menerimanya, biarlah ia mencari energi lain yang lebih hebat dari cinta.
Ternyata energi itu tidak jauh-jauh dari kehidupannya, Allah lah Energi yang kemudian membawanya ke penjara selama 15 tahun. Dan di penjara itulah beliau dengan gemilang berhasil menulis tafsir Fi Dzhilalil Qur’an dengan cinta. Sebelum akhirnya harus meregang nyawa di tiang gantungan. Sendiri! Dengan cinta yang sudah tertumpah ruah semua untuk Rabbnya, hanya kepada Rabbnya.
Bahkan dalam novel Duri Dalam Jiwa yang ditulis Sayyid pada tahun 1947 sebelum Sayyid Quthb bergabung dalam gerakan Ikhwanul Muslimin. Sayyid sukses menunjukkan kepiawaiannya dalam mengolah kata dan menyajikan konflik yang pekat dengan empati, melibatkan ilmu jiwa dan penghayatan mendalam. Sulit untuk berhenti sejenak membacanya karena takut kehilangan feel yang telah didapat.



Tidak ada komentar: